Indonesia memiliki ketersediaan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan guna menciptakan kemandirian dalam pengembangan baterai kendaraan listrik.
“Untuk memproduksi baterai kendaraan listrik, dibutuhkan bahan baku yang jumlahnya mencukupi di Indonesia, seperti nikel dan kobalt. Selain itu, industri kendaraan listrik juga mulai berkembang dan memiliki fondasi pasar di dalam negeri hingga potensi ekspor,” ungkap Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, Putu Juli Ardika dilansir dari laman Kemenperin, Kamis (30/7/2020).
Menurutnya, teknologi baterai untuk kendaraan listrik merupakan kunci utama bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama di sektor electric vehicle yang ramah lingkungan.
“Oleh karena itu, investasi dalam pengembangan baterai kendaraan listrik menjadi sebuah hal yang perlu terus kami dorong,” tegas dia.
Untuk sektor refinery bahan baku baterai kendaraan listrik, Putu mengemukakan, Kemenperin telah menerima berbagai komitmen investasi. Di Morowali, Sulawesi Tengah misalnya, PT QMB New Energy Minerals telah berinvestasi. Selain itu, PT Halmahera Persada Lygend juga telah berkomitmen menggelontorkan dananya sebesar di Halmahera, Maluku Utara.
Harita Nickel yang saat ini sedang membangun pabrik bahan baku baterai mobil listrik di Kawasi, Obi, Halmahera Selatan menjawab bahwa sudah memasuki tahap konstruksi akhir dan ditargetkan berproduksi pada akhir 2020.
Pemerintah Maluku Utara berharap proses konstruksi industri maju ini dapat berjalan dengan lancar dan harus didukung oleh semua pihak. Industri baru ini akan membutuhkan 1.920 orang tenaga kerja profesional, belum termasuk kontraktor dan industri pendukung lainnya.
Pengembangan pembangkit listrik tersebut dapat dijadikan sarana untuk meyakinkan dunia internasional bahwa Indonesia mampu menjadi basis produksi KBL yang didukung sumber energi yang ramah lingkungan.
–
Sumber: Okezone